03 Maret 2018

Mengenal Generalized Structured Component Analysis (GeSCA)

Partial Least Square (PLS) sebagai model Structural Equation Modeling (SEM) berbasis variance base dikembangkan sebagai alternatif lain dari model covariance base. PLS seperti kita ketahui telah banyak aplikasi untuk dapat menyelesaikan model tersebut seperti PLSGraph, SmartPLS, VisualPLS, XLSTAT dan WarpPLS memiliki beberapa keunggulan dibandingkan model covariance base yang dapat diselesaikan dengan software seperti AMOS, Lisrel dan EQS. 

Tampilan GeSCA

PLS selain memiliki keunggulan juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya tidak mampu menyelesaikan masalah global optimation untuk estimasi parameter. Sehingga PLS tidak memiliki garansi dapat memberikan solusi yang optimal karena tidak adanya mekanisme untuk menilai overall goodness of fit. Ukuran model fit dari PLS hanya bersifat lokal saja, dimana penilaian model fit adalah nilai akar kuadrat dari average R-square dikalikan average Comunality. Namun karena masih bersifat lokal dalam penilaian model fit menjadi sangat sulit untuk menentukan seberapa model fit (cocok) dengan data. 

Dengan kelemahan PLS tersebut di atas pada tahun 2004 Heungsun Hwang dan Yoshio Takane mengembangkan model Generalized Structured Component Analysis (GSCA)  dan tahun 2010 dimuat dalam jurnal “A Comparative Study on Parameter Recovery of Three Approach to Structural Equation Modeling “. Pada tahun 2012 model GSCA ini dikritik oleh Jorg Hanseler bahwa program GSCA 2004 ada kesalahan dalam algorithm sehingga menghasilkan inkonsistensi skala terhadap variabel observed dan laten. Dimana nilai observed standardized tersebut merupakan nilai sementara variabel laten normalized. Hal ini mengakibatkan kesalahan perhitungan nilai parameter estimate, nilai goodness of fit FIT dan Average FIT. 

“Generalized structured component analysis is similar to partial least squares path modeling in many ways. Consequently, it inherits many of the advantages of partial least squares path modeling, which were outlined in the prvious section. At the same time, it overcomes some crucial disadvantages. In generalized structured component analysis, a global optimation criterion is explicitly defined and optimized throughout iterations. As in the factor based  approach, both measurement and structural models are sparately stated and then combined into a unified framework under a single common optimation criterion.

Generalized structured component analysis involves the spesification of three sub models to specify a structural equation model. The three submodels are measurement, structural, and weighted relatio models”(Hwang and Takane, 2015)
Selain Software GeSCA yang dapat dijalankan lewat website www.sem-gesca.org atau www.sem-gesca.com  sedangkan software XLSTAT juga mampu mengolah model GSCA ini.  Ukuran overall model fit dari model GeSCA  sebagai berikut :
1.      FIT
Nilai FIT berkisar antara 0 sampai 1. Semakin besar nilai FIT semakin besar nilai variance dari data yang dapat dijelaskan oleh model.
2.      AFIT
Adjust FIT merupakan nilai yang dikembangkan dari uji nilai FIT , karena nilai FIT sangat dipengaruhi oleh kompleksitas model.
3.      GFI
Nilai GFI merupakan nilai  Unweight Least Square. Nilai GFI mendekati 1 mengindikasikan good fit.
4.      Standardized Root Mean Square Residual (SRMR)
Nilai SRMR mendekati 0 mengindikasikan good fit.    

Baca juga :  

Referensi :

Hanseler,J. (2012). Why Generalized Structured Component Analysisis not Universally Preferable to structural Equation Modeling. Journal of Academic Marketing Science.40.402-413.

Hwang, H and Takane, Y. (2004). Generalized Stuctured Component Analysis. Psychometrica. Vol.69 No 1 pp.81-99.

Hwang, H and Takane, Y. (2015). Generalized Structured Component Analysis : A Component Based Approach to Structural Equation Modeling. CRC Press.

Karlina, A.K dan Imam, G. (2013). Generalized Structured Component Analysis (GeSCA). Semarang. Universitas Diponegoro.

21 Mei 2017

Asumsi Klasik Uji Autokorelasi Pada Regresi Berganda

Uji autokorleasi (autocorrelation) ini bertujuan untuk menguji model  regresi Ordinary Least Square (OLS) terdapat korelasi (hubungan) antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan penganggu pada periode sebelumya (t-1). Autokorelasi lebih mudah terjadi pada data bersifat runtut waktu. Sedangkan data cross section sangat jarang terjadi autokorelasi. Autokorelasi yang terjadi dapat bersifat autokorelasi positif maupun negative. Autokorelasi positif terjadi karena variabel yang dianalisis memiliki kecenderungan meningkat. Demikian juga apabila memiliki kecenderungan menurun akan terjadi autokorelasi negatif.
 

Uji Autokorelasi dinyatakan :


Autokorelasi

Beberapa penyebab terjadi autokorelasi :
  1. Data mengandung pergerakan naik dan menurun secara musiman. Seperti data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Gross Domestic Product (GDP).
  2. Data tidak bersifat stasioner.
  3. Data bersifat runtut waktu karena ada hubungan antara data periode sekarang dengan data periode sebelumnya.
Jika data yang dianalisis mengandung autokorelasi maka model estimasi yang terjadi sebagai berikut :
  1. Estimasi model masih linier
  2. Estimasi model masih tetap tidak bias
  3. Estimasi  model tidak memiliki varian yang minimum (no longer best)
Sehingga model estimasi hanya bersifat Linear Unbiased Estimates (LUE) belum bersifat BLUE.

Ada beberapa cara pengujian untuk mendeteksi adanya autokorelasi :
1.   Uji Durbin Watson (DW test).   Uji ini hanya dapat digunakan untuk autokorelasi tingkat 1 (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi serta tidak ada variabel lag diantara variabel  independen.
2.   Uji Lagrange Multiplier (LM). Uji ini lebih layak digunakan untuk sampel lebih dari 100 dan derajat autokorelasi lebih dari 1. Dibandingkan dengan DW test yang hanya digunakan untuk sampel kecil. Uji LM test menghasilkan statistik Breusch-Godfrey (BG Test) sehingga biasa dinamakan uji Breusch-Godfrey. Prosedur pengujian dengan meregres variabel pengganggu (residual) Ut menggunakan autoregressive.
 
Baca juga

Referensi :

Ghozali,I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS 21. Universitas Diponegoro. Semarang

Ghozali, I dan Ratmono, Dwi. (2013). Analisis Multivariat dan Ekonometrika : Teori, Konsep dan  Aplikasi dengan Eviews 8. Semarang : Badan Penerbit Undip.

Griffiths, W.E., Hill, R.C and Lim, M.A. (2008). Using Eviews for Principles of Econometrics 3rd.London New York: John Wiley &  Sons

Gujarati, D. (2011). Econometrics by Example.New York: Palgrave MacMillan

Hill, R.C., Griffiths, W.E and Judge, G.G. (2001). Using Eviews for Undergraduate Econometrics 2nd. London New York: John Wiley &  Sons

Vogelvang, B. (2005). Econometrics : Theory and Application With Eviews.LOndon New York: Pearson Eduacation

Winarno. W.W. (2011). Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. STIM YKPN. Yogyakarta.

06 Mei 2017

Uji Normal Pada Model Structural Equation Modeling

Dalam model Structural Equation Modeling (SEM) yang menggunakan Maximum Likelihod Estimation (MLE) mengasumsikan bahwa data  berdistribusi normal baik normal univariate dan  juga multivariate.
To assess normality it si often helpful to examine both univariate and multivariate normality indexes. Univariate distributions can be examined for outliers and skewness and kurtosis. Multivariate distributions are examined for normality and multivariate outlier (Ulmann, 2006).
 
 
Uji normalitas ini dapat dilihat pada nilai nilai Critical Ratio (CR) dari skewness dan kurtosisnya. Jika nilai CR antara rentang - 2.58 sampai dengan 2.58 (2.58) pada tingkat singnifikansi 1% (0.01), dapat disimpulkan bahwa bahwa data berdistribusi normal baik univariate maupun multivariat. Hasil uji normalitas dengan AMOS dapat dilihat di bawah ini.
 

Uji Normal Pada Output AMOS
 
Pada hasil output di atas, nilai critical ratio (CR) skewness dan kurtosis dari variabel (indikator) X1,X2, X3, X4, X5, X6, X12, X13 dan X14 menunjukkan hasil tidak ada variabel (indikator) dengan nilai CR kurang (-) 2.58 dan lebih (+) 2.58. Nilai CR dari skewness terkecil pada indikator X3 yaitu -2.331 dan tertinggi pada X2 sebesar -0.149. Demikian juga nilai CR dari kurtosis tertinggi pada indikator X6 sebesar 1.276 dan terendah X4 (-1.365). Karena nilai CR terletak diantara -2.58 dan 2.58 membuktikan bahwa variabel tersebut normal univariate. Sedangkan nilia kurtosis multivariate yang diperoleh sebesar 4.747 dengan nilai CR 2.386. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal multivariate.
Untuk model dengan Lisrel dapat dilihat pada tabel uji normal di bawah ini.

Uji Normal Pada Output Lisrel

Pada output normalitas dengan Lisrel pengujian dilakukan dengan mengubah nilai menjadi Z standar sehingga diperoleh nilai Z score dan P-value pada skewness dan kurtosisnya. Kriteria data berdistribusi normal jika p-value dari chi-square yang didapat lebih besar dari 0.05 maka data berdistribusi normal. Terlihat bahwa nilai p-value chi-square semua variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6, X12, X13 dan X14 memiliki nilai p-value lebih besar dari  0.05 maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal univariate.
Sedangkan uji normal multivariate dapat dilihat pada nilai p-value dari chi-square skewness dan kurtosis. nilai Chi-square yang dihasilkan sebesar 49.058 dan p-value 0.000. Nilai ini memberikan bukti bahwa data tidak berdistribusi normal multivariate karena nilai p-value 0.000 lebih kecil dari 0.05

Baca juga :

 
Referensi :

Byrne, B.M.(1998).Structural Equation Modeling With Lisrel, Prelis and Simplis: Basic Concepts, Applications and Programing. New Jersey: Lawrence Erlabaum Associates,Inc

Raykov,T and Marcoulides, G.A.(2006).A First Course in Structural Equation Modeling 2nd. New Jersey London: Lawrence Erlbaum Associates

Ulmann,J.B.(2006).Structural Equation Modeling: Reviewing the Basics and Moving Forward.Journal of Personality Assesment, 87 (1), 35 -50.

Vieira,A,L.(2011).Interactive LISREL in Practice Getting Started with a Simplis Approach.  London New York: Springer Science

23 April 2017

Uji Chi-Square Pada Model Structural Equation Modeling (SEM)

χ2 adalah uji statistik perbedaan antara observasi dan estimasi model yang dihasilkan. Perbedaan yang dimaksud antara matriks kovarians sampel dan matriks kovarians populasi. Nilai Chi-square yang kecil dan tidak signifikan adalah nilai yang diharapkan supaya hipotesis nol (H0) diterima. Sehingga antara matrik kovarian sampel (observasi) dan kovarians populasi (estimasi model) tidak signifikan berbeda. Pengujian ini dimaskudkan untuk melihat overall fit dari model.
 
 
Untuk menguji overall fit antara matrik kovarians Sampel dan matrik kovarians populasi mengunakan likelihood ratio chi-square statistics. Nilai chi-square yang rendah menghasilkan nilai signfikansi lebih besar dari 0.05 sehingga mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan antara matrik kovarian sampel dan matrik kovarian populasi. Contoh output hasil uji model Kinerja Pelayanan seperti di bawah ini.

Nilai Chi-Square dan Signifikansi
 
Nilai degree of freedom (df) sebesar 126 berasal dari selisih number of distinct sample moments 171 dengan number of distinct parameters to be estimated 45. Nilai chi-square hitung yang diperoleh 151.305 dan probability level 0.062. Nilai Chi-Square tersebut sudah rendah karena lebih kecil dari chi-square tabel 153.2, dengan df 126 pada taraf signifkansi 5%. Demikian juga nilai signifikansi yang dapat dilihat pada Probability level sebesar 0.062. Dengan hasil ini menunjukkan bahwa antara matrik kovarians sampel dan matrik kovarians populasi tidak ada perbedaan yang signifikan.

Nilai Chi-square tabel pada df 126

CMIN/DF
 
Nilai χ2 dapat dibandingkan dengan degrees of freedom (df) untuk mendapatkan nilai χ2-relatif sehingga  nilai χ2-relatif yang tinggi menujukkan adanya perbedaan yang signifikan antara matriks kovarians yang diobservasi dan yang diestimasi. Nilai ini diperoleh dengan cara CMIN (The minimum sample discrepancy function) dibagi dengan degree of freedom (df) . Dalam hal ini CMIN/DF tidak lain adalah statistik chi-square (χ2) dibagi DFnya sehingga disebut χ2-relatif. χ2-relatif kurang dari 2.0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data.
Dengan contoh hasil di atas, nilai CMIN/DF dapat dihitung : 151,305/126 = 1,20 nilai ini kurang dari 2.0 maka CMIN/DF terpenuhi.

Nilai FMIN
 
Nilai Ch-Square dapat dihitung dari rumus (N-1)FMIN,dimana N adalah banyaknya jumlah sampel (200). Sehingga nilai Chi-square, (200-1) x 0.760 = 151.24. Perhitungan nilai ini terdapat selisih, lebih rendah dari output Chi-square 151,305.

Baca juga :

Referensi :

Byrne,B.M. (2010). Structural Equation Modeling with AMOS: Basic Concepts, Applications, and Programming 2nd. New York: Rouledge Taylor & Francis 

Ferdinand, A. (2014). Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghozali, I. (2011). Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi Dengan Program AMOS 19. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Kline,R.B. (2011). Principles and Practice of Structural Equation Modeling 3rd. New York London: Guilford Press

Loehlin,J.C. (2004). Latent Variable Modeling 4th: an Introduction to factor,path, and structural equation analyisis. New Jersey London: Lawrence Erlbaum Association

Maruyama,G.M. (1997). Basics of Structural Equation Modeling. London New York: Sage Publication

Mulaik,S. (2009). Linear Causal Modeling with Structural Equations. London New York: CRC Press

Muller,R.O. (1996). Basic Principles of Structural Equation Modeling : An Introduction of Lisrel and EQS. New York: Springer

Raykov,T and Marcoulides,G.A. (2006). A First Course in Structural Equation Modeling 2nd. New Jersey London: Lawrence Erlbaum Associates

Schumacker,R.E And Lomax, R.J. (2010). A Beginner's Guide Structural Equation Modeling 3rd. New Jersey London:Lawrence Erlbaum Associates