Tampilkan postingan dengan label Partial Least Square (PLS). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Partial Least Square (PLS). Tampilkan semua postingan

29 Agustus 2023

Perbandingan Model Covariance Base Structural Equation Modeling (CB-SEM) SmartPLS dengan Covariance Base Structural Equation Modeling (CB-SEM) AMOS

Dalam analisis Structural Equation Modeling (SEM) seperti yang sudah kita kenal ada 2 metode pendekatan yaitu berdasarkan variance base yakni Partial Least Squares yang menggunakan software SmartPLS, XLStats, PLS Graph dan VisualPLS, kemudian untuk kovariance base yang menggunakan  software AMOS, Lisrel, dan EQS. 

Sejak peluncuran SmartPLS versi 4, ada fitur baru pada smartPLS yaitu dapat melakukan estimasi model SEM berbasis kovarian (CB SEM). Dapatkan dan download SmartPLS 4 terbaru  www.smartpls.com

Oleh karena itu pada kesempatan kali ini saya akan membandingkan hasil model CB SEM AMOS dengan CB SEM SmartPLS. Dengan menggunakan model SEM Staying Intention yang menggunakan 4 variabel laten masing-masing diukur dengan indikatornya dan sampel sebanyak 200 sampel :

1) Environmental Perceptions sebagai variabel endogen diukur dengan 3 indikator : X11, X12, X13.
2) Attitude toward Coworkers sebagai variabel endogen diukur dengan 3 indikator : X21, X22, X23.
3) Job Satisfaction sebagai variabel endogen diukur dengan 3 indikator : Y1, Y2 dan Y3.
4) Staying intention sebagai variabel endogen diukur dengan 5 indikator : Y21, Y22, Y23, Y24 dan Y25.

Berikut ini bentuk model dalam notasi 

Model SEM dalam Notasi

 Model CB SEM AMOS diestimasi dengan menggunakan estimasi Maximum likelihood. Hasil model dibawah ini.

Gambar. Model Analisis CB SEM dengan AMOS

Sedangkan pada hasil model dengan SmartPLS ada 2 model yang dihasilkan. Yang pertama hasil model PLS Algorithm untuk pengujian Outer Model dan kedua hasil PLS Bootstraping untuk pengujian structural model.

Gambar. Model Analisis CB-SEM dengan SmartPLS (Algorithm)

 
Gambar. Model Analisis CB-SEM dengan SmartPLS (Bootstraping)
 

Hasil pengujian validitas pada indikator dapat dilihat pada nilai Regression weights standardized pada CB SEM AMOS dan nilai outer loading standardized hasil CB SEM SmartPLS dan yang diperoleh tiap indikator, selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel. Regression weight CB SEM AMOS dan Outer Loading  CB SEM SmartPLS

Pada tabel diatas nilai standardized regression weight pada variabel Enviromental Perceptions, nilai loading indikator X11 sebesar 0.899, X12 0.832, X13 0.773. Variabel Attitudes toward Coworkers, indikator X21 sensar 0.727, X22 0.868, X23 0.773. Variabel Job satisfaction, nilai loading indikator Y1 sebesar 0.814, Y2 0.858, dan Y3 0.811. Variabel Staying Intention, nilai loading indikator Y21 sebesar 0.744, Y22 0.787, Y23 0.765, Y24 0.840 dan Y25 sebesar 0.754. Demikian juga untuk hasil CB SEM SmartPLS, semua nilai loading indikator (outer loading) memperoleh nilai loading yang sama dengan hasil CB SEM AMOS. Dari hasil tersebut nilai loading indikator > 0.7 menunjukkan bahwa indikator-indikator tersebut valid sebagai pengukur konstrak atau variabel latennnya.

1. Reliabilitas

Reliabilitas adalah ukuran mengenai konsitensi internal dari indikator sebuah variabel laten yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-masing indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk/faktor laten yang umum. Hasil pengujian Composite reliability dan AVE CB SEM SmartPLS, pengujian contruct reliability dan variance extracted CB SEM AMOS selengkapnya disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel. Uji Composite Reliability dan AVE CB SEM SmartPLS, Construct Reliability dan Variance Extracted CB SEM AMOS

Dari hasil pengujian composite reliability dan AVE CB SEM SmartPLS menunjukkan bahwa nilai composite reliability variabel Attitude toward coworkers sebesar 0.836, Environmental perceptions 0.874, Job satisfaction 0.865 dan Staying Intention sebesar 0.884. Demikian untuk nilai AVE variabel Attitude toward coworkers sebesar 0.627, Environmental perceptions 0.699, Job satisfaction 0.685 dan Staying Intention sebesar 0.606. semua variabel memenuhi syarat cutt of composite reliability > 0.7 dan syarat AVE > 0.5.
Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas di atas menunjukkan bahwa construct reliability variabel Attitudes toward coworkers 0.833, Environmental Perceptions sebesar 0.874, Job satisfaction 0.867 dan Staying Intention 0.885. Semua variabel memenuhi kriteria syarat cut off value >0.70. Demikian untuk nilai variance extracted variabel Attitudes toward coworkers 0.626, Environmental Perceptions sebesar 0.699, Job satisfaction 0.685 dan Staying Intention 0.606 memenuhi syarat cut off value >0.50 sehingga dapat disimpulkan bahwa masing-masing variabel laten memenuhi kriteria reliabilitas.
Uji Reliabilitas selain dengan pengujian diatas dapat dilakukan dengan uji validitas diskriminan untuk CB SEM AMOS dan uji Fornell Larcker pada CB SEM SmartPLS. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan antara nilai akar AVE dengan nilai korelasi antar variabel. Variabel dikatakan memiliki diskriminan yang baik jika nilai akar AVE lebih tinggi dari korelasi antar variabel yang lain. Hasil selengkapnya disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel. Diskiminan validitas (CB SEM AMOS)

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa nilai akar AVE Attitude to wards Coworkers sebesar 0.792 lebih tinggi dibandingkan nilai korelasi antara Attitude towards coworkers dengan environemntal perceptions sebesar 0.186, korelasi dengan job satisfaction 0.251 dan staying intention sebesar 0.444. Demikian untuk nilai akar AVE Enviromental perceptions 0.836, Job satisfaction 0.828 dan Staying intention 0.779 lebih tinggi dibandingkan nilai korelasi antar variabel yang lain.
Hasil pengujian fornell larcker CB SEM SmartPLS selengkapnya disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel. Fornell Larcker  Criterion (CB SEM SmartPLS)

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa nilai akar AVE Attitude towards Coworkers sebesar 0.792 lebih tinggi dibandingkan nilai korelasi antara Attitude towards coworkers dengan environemntal perceptions sebesar 0.197, korelasi dengan job satisfaction 0.091 dan staying intention sebesar 0.402. Demikian untuk nilai akar AVE Enviromental perceptions 0.836, Job satisfaction 0.828 dan Staying intention 0.779 lebih tinggi dibandingkan nilai korelasi antar variabel yang lain.

2. Absolute Fit Measures

Absolute fit measures adalah ukuran langsung digunakan untuk mengetahui seberapa baik model yang ditetapkan dalam penelitian mampu memproduksi data yang diamati. Berdasarkan hasil kesesuaian model yang fit, karena memenuhi indeks pengujian berdasarkan rule of thumb yang disyaratkan. Artinya model tersebut secara empirik dapat diujikan (terdapat kesesuaian dengan data). Chi-Square (χ2) merupakan ukuran fundamental dari overall fit, jika nilai chi-square kecil maka akan menghasilkan nilai probabilitas (p) yang besar, hal ini menunjukkan bahwa input matriks kovarian antara prediksi dengan observasi sesungguhnya, tidak berbeda secara signifikan. Dengan kata lain, pengujian ini nilai chi-square (χ2) yang rendah akan menghasilkan sebuah tingkat signifikansi yang lebih besar dari 0.05 sehingga tidak adanya perbedaan yang signifikan antara matriks kovarians data dan matriks kovarians yang diestimasi. CMIN/DF merupakan nilai chi-square dibagi dengan degree of freedom. Indeks ini diperoleh dengan cara CMIN (the Minimum sample discrepancy function) dibagi dengan degree of freedom-nya. Dalam hal ini CMIN/DF tidak lain adalah statistic χ2 dibagi df-nya sehingga disebut χ2-relatif. Nilai χ2 relatif kurang dari 2.00 atau bahkan kurang dari 3.00 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. Root mean square error of approximation (RMSEA) adalah sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengkompensasi chi-square statistik dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA yang lebih kecil dari 0.08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model. Ukuran RMSEA lebih tahan dengan jumlah sampel atau tidak dipengaruhi oleh jumlah sampel yang digunakan. Goodness of Fit Index (GFI) adalah ukuran relative jumlah varians dan kovarians dalam S ((matriks kovarians data sampel) yang dijelaskan oleh ∑ (matrik kovarians populasi). GFI adalah ukuran nonstatistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0-1. Nilai >0.9 menunjukkan model fit. Hasil selengkapnya disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel. Absolute  Fit Measures

Hasil estimasi CB SEM AMOS untuk chi square sebesar 77.061, cmin/df 1.070, Probabilitas (p-value) 0.320, RMSEA 0.019 dan GFI sebesar 0.949. Hasil estimasi dari analisis CB SEM SmartPLS untuk chi square sebesar 77.448, cmin/df 1.076, Probabilitas (p-value) 0.309, RMSEA 0.019 dan GFI sebesar 0.949. Demikian hasil kedua analisis CB SEM AMOS dan CB SEM SmartPLS menghasilkan nilai indeks Chi square, cmin/df, probabilitas, RMSEA dan GFI yang tidak jauh berbeda dan nilai di atas batas rule of thumbs sehingga model dikatakan fit.

3. Incremental Fit Measures

Incremental fit Measures dimaksudkan untuk menilai seberapa baik model yang diestimasi ileh peneliti dibandingkan dengan beberapa model alternative. Beberapa ukuran Incremental fit Measures yaitu Adjusted Goodness Fit Index (AGFI), Tucker Lewis Index (TLI), (CFI) dan Normed Fit Index (NFI).
AGFI merupakan  analog dari R2 dalam regresi berganda. Fit Index ini diperoleh dari di-adjust terhadap degress of freedom (df) yang tersedia untuk menguji diterima tidaknya model. Nilai AGFI yang direkomendasikan ≥0.90. Tucker Lewis index (TLI) adalah sebuah alternative incremental fit index yang membandingkan sebuah model yang diuji dengan terhadap baseline model. Nilai yang direkomendasikan criteria fit ≥0.95. Comparative Fit Index (CFI) merupakan nilai indeks dimana rentang nilai antara 0-1. Kriteria nilai CFI ≥0.95 dapat dikatakan model fit. Nilai Normed Fit Index (NFI) memiliki batas cut of value untuk indeks ini adalah mendekati 0.90. Hasil nilai estimasi nilai Incremental fit Measures pada CB SEM AMOS dan CB SEM SmartPLS selngkapnya disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel. Incremental Fit Measures

Hasil estimasi CB SEM AMOS untuk AGFI sebesar 0.926, TLI 0.996, CFI 0.997 dan NFI sebesar 0.950. Hasil estimasi dari CB SEM SmartPLS untuk AGFI 0.926, TLI 0.995, CFI 0.996 dan NFI 0.950. Demikian hasil kedua analisis CB SEM AMOS dan CB SEM SmartPLS menghasilkan nilai indeks AGFI, TLI, CFI dan NFI yang tidak jauh berbeda dan nilai di atas batas rule of thumbs sehingga model dikatakan fit. 

Untuk menguji model structural  dapat diketahui dari nilai R2 yang merupakan uji Goodness of the fit. Uji R-square diperoleh pada variabel laten/konstrak endogen, dimana variasi pada variabel laten/konstrak tersebut dapat dijelaskan oleh variabel/konstrak endogenya. Hasil nilai R-square pada model CB-SEM AMOS dan CB-SEM SmartPLS selengkapnya disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel. Nilai R-Square

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa nilai R-square dari output CB-SEM AMOS yaitu Squared Multiple Correlations. Nilai R-square variabel Job Satisfaction pada CB SEM AMOS sebesar 0.211 dan hasil CB SEM SmartPLS juga 0.211. Demikian untuk nilai R-square variabel Staying Intention memperoleh nilai masing-masing 0.420 baik pada CB SEM AMOS maupun pada CB SEM SmartPLS. Hasil kedua analisis menghasilkan nilai R-square yang sama.

4. Uji Kausalitas

Hasil  pengujian kausalitas koefisien pengaruh dari model struktural selengkapnya disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel.  Pengujian Hipotesis

Pengujian koefisien pengaruh dari variabel eksogen terhadap variabel endogen untuk CB-SEM AMOS menggunakan nilai critical ratio (CR) dan nilai signifikansi p-value, sedangkan CB SEM SmartPLS menggunkan nilai t statistik dan p-value  < 0.05. Hasil pengujian hipotesis selengkapnya disajikan sebagai berikut :
1) Hipotesis 1
Dari model CB-SEM AMOS memberikan hasil nilai estimasi koefisien pengaruh Environmental Perceptions terhadap Job Satisfaction sebesar 0.412, nilai CR 5.784 dan p-value 0.000. Demikian juga untuk CB-SEM SmartPLS memperoleh nilai koefisien pengaruh sebesar 0.412, nilai statistik 5.354 dan p-value 0.000. Hasil tersebut membuktikan bahwa Environment Perceptions berpengaruh signifikan terhadap Job Satisfaction.
2) Hipotesis 2
Dari model CB-SEM AMOS memberikan hasil nilai estimasi koefisien pengaruh Environmental Perceptions terhadap Staying Intention sebesar 0.193, nilai CR 2.954 dan p-value 0.003. Demikian juga untuk CB-SEM SmartPLS memperoleh nilai koefisien pengaruh sebesar 0.193, nilai statistik 2.092 dan p-value 0.037. Hasil tersebut membuktikan bahwa Environment Perceptions berpengaruh signifikan terhadap Staying Intention.
3) Hipotesis 3
Dari model CB-SEM AMOS memberikan hasil nilai estimasi koefisien pengaruh Attitudes Towards Coworkes terhadap Staying Intention sebesar 0.324, nilai CR 4.316 dan p-value 0.000. Demikian juga untuk CB-SEM SmartPLS memperoleh nilai koefisien pengaruh sebesar 0.363, nilai statistik 2.930 dan p-value 0.004. Hasil tersebut membuktikan bahwa Attitudes Towards Coworkes berpengaruh signifikan terhadap Staying Intention.
4) Hipotesis 4
Dari model CB-SEM AMOS memberikan hasil nilai estimasi koefisien pengaruh Job Satisfaction terhadap Staying Intention sebesar 0.341, nilai CR 4.371 dan p-value 0.000. Demikian juga untuk CB-SEM SmartPLS memperoleh nilai koefisien pengaruh sebesar 0.341, nilai statistik 3.333 dan p-value 0.001. Hasil tersebut membuktikan bahwa Job Satisfaction berpengaruh signifikan terhadap Staying Intention.

5. Kesimpulan

  1. Hasil pengujian untuk nilai loading indikator (standard loadng) dari indikator terhadap variabel latennya menunjukan hasil nilai yang sama antara CB SEM SmartPLS dengan CB SEM AMOS. Bahkan untuk uji Reliabilitas (composite reliability dan variance extracted) memberikan hasil pengujian yang sama antara keduanya.
  2. Hasil pengujian fit model seperti chi square, cmin/df, Probabilitas, GFI, AGFI, CFI, TLI memperoleh nilai yang tidak jauh berbeda antara kedua pengujian tersebut dan masih dalam ketagori fit model.
  3. Nilai R square pengujian kedua model memperoleh nilai yang sama.
  4. Hasil uji hipotesis yaitu nilai koefisien pengaruh variabel eksogen terhadap endogen memperoleh nilai koefisien yang sama, tetapi nilai (Critical Ratio, nilai T statistic) dan p-value memiliki nilai yang tidak berbeda  jauh. Tetapi untuk hasil keputusan hipotesis tidak ada perbedaan.
  5. CB SEM AMOS menggunakan pendekatan estimasi Maximum Likelihood dengan asumsi  data distribusi normal, sedangkan CB-SEM SmartPLS menggunakan langkah PLS algorithm dan bootstraping dengan asumsi data tidak berdistribusi normal.

Referensi

Ghozali, I dan Kusumadewi, K, A. 2023. Partial Least Squares : Konsep, Teknik, dan Aplikasi Menggunakan Program SmartPLS 4.0. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Piaw, C, Y.2023. Step by Step Guide : PLS SEM Data Analysis Using SmartPLS 4.0

17 Maret 2021

Cara Seting Metode Resampling di WarpPLS

Karena nilai signifikansi dari estimasi model PLS tidak dapat diketahui, maka harus melalui prosedur penyampelan ulang atau resampling. Umumnya terdapat dua metode yang digunakan oleh peneliti dengan menggunakan metode SEM untuk melakukan proses penyampelan kembali (resampling) yaitu bootstraping dan jackknifing. 


1. Metode Jackknifing

Menurut Mosteller san turkey (1977) menjelaskan bahwa metode jackkniffing sebagai berikut :

"The name 'jackknife' is intended to suggest the broa usefulness  of technique as a substitute for specialized tools that may not be avaible, just as the boy. Scout's trusty tool serve to variedly...The basic idea is assess the effect of each of the groups into witch the data have been devided, not by the result for that group alone,... but rather through the effect upon the body of data that results from omitting the group"

Jadi metode jackniffing menggunakan subsample dari sampel asli yang dikelompokan ke dalam grup untuk melakukan resampling kembali. Metode jackniffing pertama kali dikembangkan oleh Quenoulle di tahun 1949 kemudian dipopulerkan oleh Turkey ditahun 1958 yang digunakan untuk menguji stabiltas estimasi dan bias dari estimasi yang dibandingkan dengan menguji hipotesis atau estimasi variance yang kemudian menyatakan bahwa metode jackniffing melakukan resampling tanpa replacement, yang mana distribusi sampling dihasilkan data data tunggal. Metode ini akan menghasilkan nilai yang stabil jika jumlah original sampel kurang dari 100 dan data mengandung outlier.  

2. Metode Bootstraping

Menurut Diaconis dan Efron (1983) menjelaskan bahwa metode bootstraping sebagai berikut :

"The bootstrap procedure is a means of estimating the statistical accuracy... from the data in single sample. the idea is to mimic the process of the selecting many samples...in order to find the probability that the values of their (test statistic) fall whithin various intervals. The samples are generated from the data in the original sample... The data... are then selected at random and the (test statistic) is calculated for each sample... The distribution of the (the statistic) for the bootstrap sample can be treated as if it were a distribution constructed from real sample"

Metode bootstraping menggunakan seluruh sampel asli untuk kemudian dilakukan resampling kembali dan metode ini sering digunakan dalam model persamaan struktural. Metode bootstraping dikembangkan ini sebagai alternatif resampling bias yang ditimbulkan oleh metode jackkniffing. Metode bootstraping melakukan pensampelan ulang dengan replacement untuk membuat sampel baru secara acak yang diambil dari original sampel dengan jumlah yang lebih besar (ratusan bahkan ribuan). Hal ini terinspirasi dari kelemahan metode jacknife. Tujuan dari bootstrap pada saat itu untuk memecahkan dua masalah yaitu untuk mengestimasi standar approximastion seperti metode delta.

Pada program WarPLS 7.0 menyediakan dua metode resampling yang dapat dipilih oleh pengguna secara bebas mana yang akan digunakan. Seperti kita ketahui bahwa PLS hanya mampu mengestimasi besarnya koefisien regresi (beta) sedangkan signifikansi statistik ditaksir dengan metode bootstraping atau jackifing. Secara default program WarpPLS jumlah resampling sebesar 100, tetapi pengguna dapat mengganti jumlah sesuai dengan yang diinginkan (catatan : resample berbeda dengan jumlah sampel).

3. Metode Stable

Selain metode bootstraping dan jackknifing, pada program WarpPLS 7.0 juga ditambahkan dua metode yaitu stable dan parametric. Stable merupakan default resampling pada program WarpPLS. Ada 3 pilihan metode stable yaitu stable 1, stable 2 dan stable 3. Metode stable pertama kali sebenarnya sudah ada pada WarpPLS 4.0. Sedangkan pada stable 3 pada WapPLS 5.0. Pada metode ini akan menghitung p-value dari non linier fiting standar eror untuk empirikal standar eror yang dihasilkan dengan metode resampling yang lain yang tersedia.  Metode stable digunakan untuk menghasilkan standar error dengan nilai relatif kecil sama dengan hasil yang "fair" (power > 0.8 dan false positif < 0.05) untuk sampel yang kecil dan data non normal.

Metode stable 2 dan stable 3 dikembangkan sebagai alternatif dari stable 1. Tidak seperti stable 1 yang mana mengandalkan perhitungan dari eksponensial smoothing dan lebih mudah dalam implementasi dan pengujian oleh peneliti. Stable 3 memiliki tingkat keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan dengan stable1 dan stable 2.

4. Metode Parametric

Metode ini menghitung p-value menggunakan asumsi normalitas multivariat. Pilihan ini dapat digunakan untuk beberapa pengujian dalam PLS yang menggunakan asumsi normalitas data. Jumlah resample pada metode ini umumnya ditentukan secara default (100 sampel) sehingga pengguna tidak dapat mengaturnya. Sehingga penggunaaan metode ini cocok digunakan untuk menganalisis data dalam jumlah yang besar. Dengan asumsi jumlah data yang besar > 500 maka dibutuhkan resample yang besar > 1000 seperti pada metode bootstraping (catatan : jumlah resample yang besar akan membuat program berjalan sangat lambat).

Baca juga :

1. Cara Seting Metode algorithm di WarpPLS

2. Pengenalan Aplikasi Warppls nonlinier

3. Peranan Mediator dalam Model PLS 

Referensi :

Ghozali, I dan Latan, H. 2012. partial Least Squares "Konsep, Metode dan Aplikasi Menggunakan Program WarpPLS 4.0". Edisi 2. Semarang. Universitas Diponegoro. 

Nec Kock. 2020. WarpPLS user manual 7.0. Texas. ScriptWarp System

24 Januari 2021

Cara Seting Metode Algorithm di WarpPLS

WarpPLS pertama kali dikembangkan tahun 2009 dan diperkenalkan oleh Profesor Ned Kock dari Texas A&M International University pada Tahun 2010. Program WarpPLS dibuat oleh Script Warp system Loredo, Texas Amerika Serikat. WarpPLS versi 1.0 merupakan versi awal yang dibuat dan diperkenalkan. Kemudian setiap ada perubahan dan penambahan pada fitur-fitur software dikeluarkan dengan versi yang lebih tinggi atau baru lagi dengan warpPLS 2.0 ditahun 2011, WarpPLS 3.0 di tahun 2012, WarpPLS 4.0 tahun 2013, WarpPLS 5.0 di tahun 2015, WarpPLS 6.0 di tahun 2019 dan saat ini WarpPLS versi 7.0 dikeluarkan bulan Agustus 2020. Di WarpPLS 7.0, terdapat 2 seting atau pengaturan yang harus dilakukan oleh peneliti sebelum dilakukan analisis pada software yaitu pengaturan outer model dan inner model.


Pada Outer model, tersedia sebelas (11) pilihan algorithm yang dapat digunakan yaitu Factor Based PLS Type CFM, Factor Based PLS Type REG, Factor Based PLS Type PTH, PLS Regression, PLS Model M, PLS Mode M Basic, PLS Model A, PLS Mode A Basic, PLS Mode B, PLS Mode B Basic, Robust Path Analysis. Semua Jenis algorithm mempunyai karakteristik yang hampir mirip yaiut menghitung skor variabel laten dengan kombinasi linier dari indikator.

Tipe Analisis algorithm

  1. Factor Based PLS Type CFM ada 3 jenis yaitu Type CFM1, Type CFM2, Type CFM3. Algorithm yang dihasilkan dengan estimasi dari kedua komposit awal dan faktor dalam 2 tahap, yang dihitung dari nilai eror. Seperti halnya algorithm covarian based SEM, Algorithm tersebut sepenuhnya selaras dengan asumsi umum pada model faktor. termasuk asumsi semua eror indikator yang tidak saling berkorelasi. Pada langkah pertama algorithm menghasilkan nilai baru dari composite estimasi sub algorithm. Di mana estimasi komposit berdasarkan persamaan matematis yang mengacu langsung dari model faktor secara umum.
  2. Factor Based PLS Type REG ada 2 jenis yaitu Type REG1 dan Type REG2. Pertama algorithm mengestimasi komposit melalui PLS regression dan kemudian mengeastimasi faktor dengan variasi secara bersama. Diantara faktor-faktor tersebut yang digunakan dalam software ini, Faktor Baesd PLS Type REG1 dan REG2 yang paling mendekati design PLS dari Wold's. Algorithm pada Factor Based PLS Type REG2 menggunakan reliabilitas dari Dijkstra's teknik konsistensi PLS yang mengestimasi ukuran kesalahan (eror) dan bobot awal komposit. Factor Based PLS Type REG1 algorithm menggunakan koefisien cronbach's alpha.
  3. Factor Based PLS Type PTH ada 2 jenis yaitu Type PTH1 dan PTH2. Pertama algorithm di estimasi secara komposit melalui Robus Path Analysis dan kemudian estimasi faktor menggunakan variasi secara bersama. Factor Based PLS Type PTH1, algorithm menggunakan koefisien cronbach's alpha untuk mengestimasi bobotnya. Factor Based PLS Type PTH2 algorithm menggunakan relaibilitas dari Dijkstra teknik konsitensi PLS yang mengestimasi pengukuran eror dan bobot kompositnya.
  4. PLS Regression : merupakan default outer model algorithm. Pilihan ini melakukan iterasi dengan 2 kondisi : pertama, weight dihubungkan dengan skor variabel laten dan inidkator-indikator distandardized dari koefisien regresi parsial yang dihitung dengan indikator-indikator laten eksogen dan endogen. Kedua, dari skor indikator-indikator. Didalam PLS regression algorithm algorithm, inner model tidak berpengaruh terhadap outer model. Jadi, weight tidak berpengaruh dari hubungan jalur antar variabel laten yang dibuat. Salah satu keuntungan dari penggunaan PLS regression yaitu dapat menghandel data yang mengalami problem collinearity.
  5. PLS Model M : sering disebut sebagai MIMIC atau mode mixed dimana indikator variabel laten dioperasionalisasikan berbentuk refleksif dan formatif. Di dalamnya inner model akan berpengaruh terhadap outer model antara path koefisien dan korelasi. Outer model diestimasi dari faktor ke indikator-indikator atau dari indikator-indikator ke faktor dalam kausalitas, tergantung apakah latent variabel sebagai formatif atau reflektif.
  6. PLS mode M basic : merupakan variasi dari PLS mode M dimana inner model berpengaruh terhadap outer model dari korelasi antar variabel laten. Pilihan ini sebagai “basic scheme” atau sering di
  7. PLS mode A : sering disebut mode “reflective”, merupakan outer model algorithm yang dapat digunakan untuk variabel laten berbentuk refleksif dan formatif. Perlu dicatat bahwa, algorithm ini bukan berarti dapat membuat variabel laten berbentuk formatif menjadi refleksif. Didalam mode ini outer model weight dihitung dari least square regression dimana skor variabel endigen (criteria)sebut “centroid scheme”.
  8. PLS mode A basic : merupakan variasi dari PLS mode A dimana inner model berpengaruh terhadap outer model dari korelasi antar variabel laten.
  9. PLS mode B : sering disebut mode “formative”. Merupakan outer model algorithm yang dapat digunakan untuk variabel laten berbentuk refleksif dan formatif. Dengan kata lain, bahwa algorithm ini bukan berarti dapat membuat variabel laten berbentuk refleksif menjadi formatif. Bagaimanapun PLS mode B sering kurang stabil dibandingkan dengan PLS mode A dan cenderung signifikan jika terdapat masalah collinearity antara variabel laten. Didalam mode ini, outer model weight dihitung dari least square regression dimana indikator-indikator dari prediktor dan skor variabel laten dari konstruk endogen (criterion).
  10. PLS mode B basic : yang merupakan variasi dari PLS mode B dimana inner model berpengaruh terhadap outer model dari korelasi antar variabel laten.
  11. Robust path analysis : Dalam mode ini merupakan algorithm yang sederhana,yang mana skor dari variabel laten dihitung dari rata-rata skor indikator-indikator yang berhubungan dengan variabel laten. Jadi, dalam algorithm ini weight tidak diestimasi seperti halnya pada PLS regression. Algorithm ini disebut “robust” path analysis, karena standar path analysis (dimana semua variabel laten diukur seperti indikator tunggal) dan P-value dapat dihitung dari non-parametrik metoda resampling yang ada pada software WarpPLS ini. Jika semua variabel laten diukur dengan indikator tunggal, robust path analysis algorithm akan menghasilkan skor variabel dan outer model weight yang identik dengan yang dihasilkan oleh algorithm yang lain, tetapi dengan perhitungan yang lebih efisien.

Setelah mengatur outer model algorithma, selanjutnya mengatur inner model algorithma. Semua jenis  algorithma mempunyai jenis karakteristik yang hampir sama yaitu menghitung path koefisien dengan least square regression algorithm berdasarkan pada skor variabel laten yang dihitung dari analisis outer model. Pada program WarpPLS 7.0 ini, terdapat lima pilihan inner model algorithm yang dapat digunakan yaitu :

  1. Linear, ini merupakan pilihan ketika menganalisis model linier dan tidak akan menghasilkan U-curve antar variabel laten.
  2. Warp2, algorithm ini mencoba untuk mengidentifikasi hubungan non-linear (U-curve) antar variabel laten. Pilihan ini hanya dapat digunakan ketika kita menganalisis model dengan efek interaksi.
  3. Warp2 basic, algorithm ini merupakan variasi dari Warp2 algorithm yang dapat digunakan untuk mengurangi jumlah dari sympson’s paradox dalam hasil akhir. menjelaskan sympson’s paradox merupakan kesalahan model kausalitas sehingga model perlu untuk dibalik (reversal). Ini terjadi karena di dalam versi “basic” tanda dari path koefisien awal menentukan tanda dari korelasi tanpa wrapping.
  4. Warp3, algorithm merupakan default inner model algorithm yang digunakan software ini. Algorithm ini mencoba untuk mengidentifikasi hubungan antar variabel laten yang didefinisikan dari fungsi derivative U-curve. Tipe hubungan ini lebih dikenal dengan sebutan S-curve yaitu merupakan kombinasi dari dua hubungan U-curve.
  5. Warp3 basic, algorithm merupakan variasi dari Warp3 algorithm yang dapat digunakan untuk mengurangi jumlah dari Sympson’s paradox di dalam hasil akhir. Kecuali untuk linear algorithm, semua pilihan inner model algorithm melakukan transformasi non-linear prediktor skor variabel laten sebelumnya untuk menghitung path koefisien.

Setelah peneliti menentukan metoda analisis algorithm untuk outer dan inner model, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah menentukan beberapa jumlah sampel yang harus dipenuhi dalam membuat model. Seperti yang kita diketahui bahwa PLS-SEM tidak menuntut jumlah sampel besar. Meskipun demikian, kecukupan jumlah sampel untuk estimasi model PLS juga harus diperhatikan walaupun PLS dapat digunakan pada sampel yang kecil. Hal ini konsisten dengan yang dinyatakan bahwa estimasi model PLS harus tetap mengacu pada prinsip consistent at large agar hasil true value. Beberapa literature yang diperoleh bahwa dalam PLS kemudian menyatakan rule of thumb jumlah sampel minimal yang harus dipenuhi untuk estimasi model PLS yaitu 10 kali jumlah lajur path/predictor dalam model.

Baca juga

1. Cara Seting metode Resampling di WarpPLS

2. Pengenalan Aplikasi WarpPLS nonlinier

3. Peranan Mediator dalam Model PLS

Referensi :

Ghozali,I  dan Latan, H. 2012. Partial Least Squares : Konsep, Metode  dan Aplikasi Menggunakan Program WarpPLS 4.0 Edisi 2. Semarang. Universitas Diponegoro.

Nec Kock. 2020. WarpPLS user Manual 7.0. Texas, ScriptWarp System